DALAM ROKOK TERDAPAT 43 ZAT KIMIA
PEMERINTAH sudah berkomitmen menjaga kesehatan masyarakat dengan menugaskan Kementrian Kesehatan RI (KEMENKES) bertanggung jawab pada dampak negatif yang ditimbulkan rokok bagi masyarakat bagi bangsa ini. Karena berdasarkan hasil penelitian para ahli menyebutkan di dalam rokok terdapat 4000 bahan kimia dan 43 diantaranya terdapat bahan penyebab kanker yang berbahaya bagi kesehatan.
Itulah komitmen KEMENKES RI dalam pembuatan dan mengawal pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang rokok yang sekarang ini dengan intensif dibahas antar departemen terkait.Prinsip dasar dan salah satu moto KEMENKES adalah lebih berharga kesehatan bangsa ini dan tak dapat diperbandingkan dengan nilai uang.Kalau kita sakit, meski banyak uang di kantong kita itu.Jadi lebih berharga kesehatan “ujar Kepala Pusat Komunikasi Publik (Kapuskom) Kemenkes RI, ketika ditanya silap Depkes soal perkembangan pembahasan RPP-Rokok di kaitkan dengan cukai dari rokok yang diterima sekitar Rp50 triliun per tahunnya”.
“Kemenkes RI lebih memfokuskan diri pada komitmen menjaga kesehatan bangsa ini, bukan fokus pada cukai yang diperoleh tiap tahunnya. Jadi pertanyaan anda itu lebih berharga kesehatan jiwa dan jasmani ketimbang uang banyak”, ujarnya.
Menjawab pertanyaan selanjutnya Tritarayati mengatakan juga hasil penelitian, sekarang ini peredaran rokok di kalangan masyarakat sudah semakin luas adanya. “Jadi tidak hanya orang asing yang dating ke sini melihatnya, kita juga sudah merasakan asap rokok di sembarang tempat tanpa kendali dari pemerintah yang pasti lewat paying hukum. Ada sekitar 30-40 juta anak terpapar asap rokok di rumah orang tua perokok, di tempat kerja dan di tempat lainnya. Bahkan puluhan juta anak di bawah umur sudah ada yang merokok. Ini kan berbahaya”, ujarnya.
Menurutnya ada beberapa faktor yang menentukan manusia unggul tidak hanya karena faktor tidak merokok. “Faktor ekonomi mendorong anak meraih pendidikan dengan asupan gizi sejak di kandungan hingga memasuki usia pendidikan. Linkungan yang bersih dan ditopang pendidikan atas pemahaman kesehatan yang baik bagi keluarga. Faktor rokok merupakan bagian yang tak dapat terpisahkan, jika tak merokok, biaya itu dapat di alihkan ke pos pengeluaran yang lebih produktif di dalam keluarga. Sebaliknya merokok harus membuat pos pengeluaran tersendiri dengan biaya besar sehingga sering terpangkasnya pos produktif,” ujarnya.
Ditanya tanggapan Kemenkes atas fatwa haram merokok yang dikeluarkan oleh Muhammadiyah, Tritarayati mengatakan, pihaknya tidak ingin masuk ke dalam tanggapan pemerintah. “Karena pernyataan apapun dari Organisasi Masyarakat (Ormas) adalah sah-sah saja. Yang penting tugas Kemenkes RI itu bertanggung jawab pada pengendalian dampak tembakau/rokok. Kita tak terpengaruh pada rayuan, karena tugas pokok Kemenkes RI itu menjaga kesehatan masyarakat,” tegasnya.
Pembahasan atas inspirasi terkait katanya guna membahas seperti pengalihan petani tembakau, dampak tenaga kerjanya dan dampak penerimaan cukainya. “Pejabat Kemenkes RI sudah menyiapkan berbagai bahan untuk keperluan dari sektor kesehatan, karena semua instansi itu adalah pemerintah,” katanya.
RPP
Sementara itu, anggota Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan pemerintah harus segera menyelesaikan pembahasan rancangan peraturan pemerintah (RPP) tentang rokok. Hak itu untuk melindungi masyarakat dari masalah kesehatan akibat rokok.
“Kementrian Kesehatan sudah menyiapkan RUU untuk ratifikasi FCTC, tapi itu akan butuh waktu lama. Yang bisa diselesaikan dalam waktu dekat adalah RPP tentang rokok, kami sudah melakukan berbagai hal untuk mendesak penerbitan aturan itu,” tandasnya.
Pihaknya, melakukan advokasi kepada pemerintah dan pemangku kepentingan terkait untuk mendorong penerbitan peraturan pemerintah tentang pengamanan produk tembakau sebagai zat adiktif bagi kesehatan tersebut. “Tapi tampaknya pemerintah lebih mendengarkan suara industri rokok, apalagi saya dengar industry rokok juga melakukan lobi tidak resmi soal ini,” katanya serta menambahkan hal tersebut menjadi faktor penghambat penerbitan regulasi terkait produk tembakau.
YLKI dan lembaga swadayanya masyarakat yang menaruh perhatian terhadap upaya pengendalian dampak tembakau bagi kesehatan, kata dia juga melakukan sosialisasi kepada masyarakat.
Sosialisasi itu tentang pentingnya penerbitan peraturan pemerintah yang antara lain akan mengatur penjualan dan pengiklanan produk tembakau tersebut. Menurut dia, pemerintah selaku salah satu pemangku kepentingan kunci dalam penerbitan regulasi terkait produk tembakau seharusnya membuat kebijakan yang berpihak kepada kepentingan kesehatan masyarakat banyak dengan segera menerbitkan regulasi baru yang lebih tegas mengenai produk tembakau.
“Rokok sudah terbukti berdampak buruk bagi kesehatan masyarakat dan menghabiskan sebagian pendapatan masyarakat miskin. Kalau ingin melepaskan mereka dari kemiskinan maka pemerintah seharusnya membuat regulasi untuk memutus ketergantungan terhadap rokok.” Katanya.
0 komentar:
Posting Komentar